ahad

HIDUP UNTUK MAKAN ATAU MAKAN  UNTUK HIDUP

BILA HIDUP SEKEDAR MAKAN

Komentar dari pernyataan tersebut biasa cenderung netral namun condong ke negative, kalimat apa, hanya bolak – balik seperti itu. Dan lebih banyak lagi jawaban, jika kalimat diatas dijadikan sebuah pertanyaan, maka saya hidup bukan untuk makan, meski saya makan apa saja, dan tentunya saya makan untuk hidup.

Baiklah, bagaimana jika kita pikirkan satu persatu. Bila hidup untuk makan. Apa yang sekiranya akan terjadi, dan gambaran berbentuk apa apabila memang hidup itu untuk makan. Pastinya yang terbayang adalah betapa hal yang terkeji akan terjadi yaitu berlakunya hukum rimba dimanapun berada, siapa yang kuat dia yang akan mampu bertahan, dan tentunya kanibalisme marak dikalangan manusia. Betapa sangat menjijikan bila hal ini terjadi.

Sebagai perumpamaan dikatakan, apakah kalian mau memakan bangkai saudaramu sendiri? Membayangkan saja membuat perut menjadi mual, bahkan bisa jadi tidak dapat makan untuk beberapa waktu lamanya.
Jelas akan sangat mengerikan gambarannya, sebab dari tujuan hidup adalah untuk makan. Terlalu buram untuk dipajang gambar kejadian seperti itu, sangat mengerikan.

Kehinaan akan datang hingga benar – benar pada titik yang paling hina, manusia sama dengan binatang ternak[1], bangun tidur yang dipikirkan adalah saya makan apa, bagaimana saya mendapatkan makanan yang saya inginkan. Kemudian setelah kenyang, aktivitas sexual menjadi dominan, sebelum tidur. Perhatikan saja, seekor kambing. Dalam kesehariaannya, mereka hanya mengunyah, sex, dan tidur bahkan disaat akan disembelih mereka tetap makan dan makan, bila ada kesempatanpun mereka akan ber-sex ria.

Peringatan pun datang dari seorang paling mulia yang telah diutus kepada manusia sebagai bukti bahwa yang Alloh subhanahu wata’ala, tidak begitu saja menciptakan tanpa membuat sebuah system dan aturan lainnya, bahwa disaat perut kenyang maka kemungkinan besar seorang itu tidak lagi ingat dengan tuhan yang telah menciptakannya, manusia cenderung egois dan kehilangan kesadaran bahwa mereka adalah hamba.
Begitulah untaian kejadian yang sangat mungkin terjadi bila hidup dijadikan sebagai aktivitas makan yang tidak ada habisnya. Padahal kenikmatan makan hanya disaat lidah melakukan pekerjaannya, menyentuh makanan, membagi rasa yang ada pada makanan yang sedang dikunyah, lalu sudah tidak lagi terasa kenikmatan setelah makanan melewati lorong tenggorokan hingga keluar sebagai kotoran. Belum lagi jika, terlalu banyak makan, perut akan bereaksi negative, dari mules sampai bisa kesulitan untuk buang air atau malah sebaliknya, buang air terus menerus.

Sebab perut adalah sumber dari berbagai macam penyakit, apalagi jika perut selalu terasa kenyang, betapa gembiranya perut membuat kegaduhan dari yang ringan sampai dengan teramat sangat sakit dirasa oleh pemilik tubuh yang perutnya selalu kenyang tersebut.

Bukti penguatan atas keikutsertaan Alloh subhanahu wata’ala atas segala kejadian adalah adanya system. Alloh subhanahu wata’ala tahu, bahwa manusia akan sangat senang dan paling takut dengan kondisi kelaparan[2] maka diujilah, dibuatlah kondisi tertentu hingga manusia sadar bagaimana hidup yang seharusnya, apakah untuk sekedar makan atau tidak.

Bukan sekedar itu, Alloh subhanahu wata’ala juga memberikan training khusus, hanya orang – orang pilihan yang akan ikut serta didalamnya. Dengan memberikan ramadhan, terkandung puasa, yaitu secara tidak langsung mengelola pola makan manusia sekaligus sebagai bukti bahwa hidup bukan untuk makan.
Pengaturan seperti ini, adalah sebagai tanda bahwa betapa besar Alloh subhanahu wata’ala memberikan perhatian yang sangat lebih, dengan sifat Maha Pengasih dan Maha Penyayangnya. Betapa tidak dalam setiap tahun, disediakan special satu bulan yang khusus untuk mengingatkan kepada manusia bahwa hidup bukan sekedar untuk makan.

Kondisi lapar mengantarkan kebaikan, contoh ekstrim orang yang kurang makan jarang terkena penyakit, meski kelaparan juga membahayakan, karena dapat menjerumuskan kepada kekafiran. Tapi hal ini sangat tidak elegant jika dijadikan sebagai patokan untuk makan seenak perutnya, sekenyang – kenyangnya.

Apabila telah diputuskan bahwa hidup untuk makan, cobalah pikirkan berulang lagi benarkah begitu, tapi dipersilahkan saja bila memang sudah yakin dengan keputusan tersebut, selamat menikmati. Menikmati kehinaan, menikmati kesakitan.



BILAMANA MAKAN UNTUK HIDUP

Lalu apakah yang akan terjadi bila yang kita lakukan adalah makan untuk hidup. Pada esensinya makan berfungi untuk men-suplay kebutuhan tubuh. Dimana setiap bagian tubuh memerlukan beragam komposisi zat, sehingga tubuh akan optimal. Ibarat sebuah mesin, dia akan bekerja maksimal bila terisi bensin dengan cukup ada pelumas agar tidak aus dan pembuangan dari hasil pembakaran.

Kata yang akrab dengan kondisi makan untuk hidup biasanya lebih dekat dengan survival sebagaimana arti yang terkandung dalam istilah kata tersebut yaitu bertahan hidup dengan kondisi yang paling ekstrim. Bisa jadi kondisi ekstrim diartikan dengan tidak adanya bahan makanan dan minuman, yang disebabkan oleh kondisi alam atau kondisi tertentu, seperti perang atau sabotase.


[1] QS Al Furqan [25] ayat 44 – atau apakah engkau mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami? Mereka itu hanyalah seperti hewan ternak, bahkan lebih sesat jalannya.
[2] QS AL Baqarah [2] ayat 155 – Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar.